Ilmu Pengetahuan
Keberadaan "Galaksi Hantu" Terkuak
Penulis : Yunanto Wiji Utomo | Senin, 23 Juli 2012 | 21:38 WIB
 
 
NASA Leo IV, salah satu galaksi hantu yang berhasil dideteksi keberadaannya oleh teleskop Hubble.

WASHINGTON, KOMPAS.com — Teleskop Hubble milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) berhasil menguak keberadaan "Galaksi Hantu".

Galaksi hantu adalah galaksi yang sebenarnya juga ada di sekitar Bimasakti, tetapi sulit dideteksi. Galaksi ini tampak sangat redup, miskin bintang, dan hampir tak mengalami perubahan selama 13 miliar tahun sejak sesaat setelah semesta tercipta lewat Big Bang.

Galaksi hantu yang berhasil dikuak keberadaannya oleh Hubble antara lain galaksi Hercules, Leo IV, dan Ursa Major.

Berdasarkan analisis para ilmuwan, galaksi-galaksi tersebut telah menjalani proses pembentukan bintang lebih dari 13 miliar tahun yang lalu. Namun, proses itu terhenti pada masa satu miliar pertama setelah Big Bang.

"Semua galaksi ini purba, mereka punya umur yang sama. Jadi Anda tahu ada sesuatu seperti pemenggal kepala dan menghentikan proses pembentukan bintang pada saat yang sama," kata Tom Brown, peneliti Space Telescope Science Institute di Baltimore, seperti dikutip Wired, Rabu (11/7/2012) lalu.

Menurut Brown, proses yang kemungkinan besar menghentikan pembentukan bintang di tiga galaksi itu adalah reionisasi. Dalam proses ini, radiasi dari bintang-bintang pertama di galaksi itu mengenai elektron hidrogen purba sehingga memicu ionisasi.

Penelitian Brown berguna untuk menguraikan masalah missing link satellite. Astronom selama ini baru berhasil menemukan beberapa galaksi kerdil. Padahal, berdasarkan simulasi komputer, seharusnya ada ribuan galaksi di area tersebut.

Menurut para astronom, mungkin ada lebih banyak galaksi kerdil, tetapi tak terdeteksi. Galaksi mungkin juga tak cuma kerdil, tetapi juga tak punya bintang.

Temuan teleskop Hubble akan menjelaskan mengapa banyak galaksi tak terdeteksi. Hasil riset Brwon dipublikasikan di jurnal Astronomy Letters pada 1 Juli 2012 lalu.

Sumber :
Editor :
Tri Wahono







Kluster Galaksi Paling "Subur" di Semesta
Penulis : Yunanto Wiji Utomo | Kamis, 16 Agustus 2012 | 12:53 WIB
 
NASA Ilustrasi galaksi di tengah kluster Phoenix yang mampu memprodukai 740 bintang dalam setahun.

BOSTON, KOMPAS.com — Galaksi SPT-CLJ2344-4243, atau disebut Phoenix berdasarkan rasi bintang di mana kluster galaksi itu berada, dinyatakan sebagai kluster galaksi yang paling "subur" di alam raya. Bagaimana tidak, galaksi di tengah kluster itu mampu "melahirkan" 740 bintang dalam setahun!

Kesuburan kluster galaksi tersebut memecahkan rekor. Sebelumnya, kluster galaksi yang dinyatakan paling subur adalah Abell1835. Kluster galaksi itu mampu melahirkan 100 bintang dalam setahun.

"Jika Anda melihat kluster galaksi umumnya, bagian tengah kluster galaksi itu hanya membentuk bintang dengan kecepatan sekali dalam setahun. Ini jauh berbeda," ungkap Michael McDonald, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology.

Phoenix berjarak 7 miliar tahun cahaya dari Bumi. Kluster galaksi ini memiliki ribuan galaksi yang bervariasi dalam ukurannya, mulai dari yang kerdil hingga masif. Kluster galaksi ini ditemukan pada tahun 2010 lewat pengamatan dengan South Pole Telescope.

Dengan kemampuan melahirkan bintangnya, kluster galaksi ini juga merupakan galaksi yang paling masif. Massanya 2.000 kali lebih besar dari Bimasakti atau 2,5 kuadriliun lebih masif dari Matahari.

Kluster galaksi yang menandingi hanyalah kluster El Gordo. Namun, karena massa El Gordo belum bisa dipastikan saat ini, lewat pengukuran lebih cermat maka bisa saja Phoenix yang lebih masif.

Phoenix menarik bukan hanya dari segi subur dan masifnya. Kluster ini juga istimewa sebab mampu memberikan bukti proses pembentukan bintang yang selama ini hanya dipahami dalam teori.

Gas dari supernova dan galaksi sekitarnya akan mengalir ke tengah kluster galaksi, mendingin, terkondensasi, dan membentuk bintang. Selama ini, astronom belum mendapatkan bukti kebenaran teori itu.

"Bagian tengah galaksi sering kali disebut 'merah dan mati'. Tapi bagian tengah galaksi ini seolah-olah hidup dan melahirkan banyak bintang baru," papar McDonalds seperti dikutip Space, Rabu (15/8/2012).

Phoenix juga merupakan galaksi paling terang dalam pengamatan sinar-X 35 persen lebih terang dari pemegang rekor sebelumnya. Ini menandakan bahwa pendinginan di tengah kluster itu juga paling cepat.

Menurut ilmuwan, pendinginan di sebuah kluster galaksi bisa terganggu oleh adanya lubang hitam. Lubang hitam supermasif yang ada di tengah kluster galaksi bisa mengemisikan energi yang memanaskan lagi inti kluster itu.

Di kluster galaksi Phoenix, diduga lubang hitam tidak mengemisikan banyak energi pada waktu di mana manusia sekarang melihatnya. Belum jelas mengapa bisa demikian. Yang pasti, lubang hitam yang "tak bekerja" inilah yang membuat Phoenix spesial.

Sumber :
Editor :
Kistyarini






Partikel Ini Bergerak Lebih Cepat dari Cahaya
 
 

KOMPAS.com — Para fisikawan di Laboratorium Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir (CERN) di Geneva, Swiss, Jumat (23/9/2011) waktu setempat, mengumumkan keberhasilan mereka menemukan keberadaan partikel yang bisa bergerak lebih cepat daripada kecepatan cahaya.

Partikel yang disebut sebagai neutrino ini memiliki kecepatan 20 per 1 juta di atas kecepatan cahaya. Berdasarkan teori relativitas khusus yang dikemukakan Albert Einstein pada 1905, kecepatan cahaya mencapai 299.792 kilometer per detik atau yang sering dibulatkan menjadi 300.000 kilometer per detik. Ini merupakan kecepatan tertinggi di alam semesta. Neutrino merupakan partikel elementer yang memiliki massa sangat kecil, nyaris mendekati nol.

Eksperimen untuk menguji kecepatan neutrino ini dinamai Oscillation Project with Emulsion-tRacking Apparatus (OPERA) yang dilakukan di Gran Sasso National Laboratory, Italia, pada kedalaman 1.400 meter. Tujuan penelitian adalah menguji neutrino yang ditembakkan dari CERN.

Juru Bicara OPERA, Antonio Ereditato, dari Universitas Bern, Swiss, mengatakan, temuan ini sebagai kejutan yang sempurna. Para peneliti mengakui, hasil penelitian ini akan menimbulkan pro-kontra karena melawan hukum fisika yang sudah mapan selama lebih dari 100 tahun.

Untuk itu, pengukuran lain yang independen diperlukan guna menguji temuan ini. Direktur Penelitian CERN Sergio Bertolucci mengatakan, jika hasil pengukuran mereka bisa dikonfirmasi oleh ilmuwan lain, temuan ini akan mengubah pandangan umat manusia tentang fisika. (CERN.CH/LIVESCIENCE.COM/MZW)

 

Mungkin Ada "Bumi" di Sistem Bintang Ganda 
 
TEXAS, KOMPAS.com — Planet layak huni seperti Bumi mungkin saja terdapat di sebuah sistem tata surya dengan dua bintang (binary system atau bintang ganda). Demikian diungkapkan Billy Quarles, mahasiswa doktoral Universitas Texas di Arlington dalam American Astronomical Society, Senin (9/1/2012). 

Quarles menyampaikan kemungkinan tersebut berdasarkan hasil simulasi komputer pada Kepler 16, sistem yang memiliki dua bintang, di mana satu lebih redup serta yang lain lebih terang. Pada sistem tersebut, September 2011 lalu, ditemukan planet gas raksasa seukuran Saturnus bernama Kepler 16b.

Simulasi dimulai dengan menentukan letak zona layak huni pada sistem itu, daerah yang pas, tak terlalu panas maupun dingin, memungkinkan adanya air dan kehidupan. Hasilnya, zona layak huni diperkirakan ada pada jarak 55-106 juta kilometer dari bintang.

Quarles mengatakan, Kepler 16b memang merupakan planet gas raksasa sehingga tak mungkin dihuni. Namun, mungkin saja planet itu memiliki Bulan yang mendukung kehidupan. 

"Kita bisa mengatakan bahwa bulan ekstrasurya mungkin berada di dekat Kepler 16b, dan yang penting dari ini adalah mereka bisa dideteksi hingga pada ukuran 0,2 massa Bumi," ungkap Quarles seperti dikutip National Geographic, Senin. 

Saat ini, memang belum bisa dibuktikan bahwa ada Bulan di dekat Kepler 16b. Namun, berdasarkan simulasi, Bulan mungkin bisa terbentuk.

Bagaimana bisa? Berdasarkan model, planet yang berada di dekat bintang yang lebih terang telah terlempar dari orbitnya sejak lama. Gravitasi Kepler 16b bisa menarik planet tersebut hingga berada di dekatnya dan bergerak mengelilinginya. Alhasil, planet yang terlempar berubah status, dari bintang jadi Bulan.

Deteksi bulan layak huni bisa dilakukan dengan wahana antariksa Kepler. Caranya, dengan melihat ketidakteraturan dalam orbit Kepler 16b.

Selain hipotesis adanya bulan layak huni, Quarles juga mengatakan bahwa planet layak huni mungkin juga ada di luar zona layak huni.

"Kami memperkirakan bahwa planet ekstrasurya layak huni mungkin saja ada di luar zona layak huni. Ada lebih sedikit cahaya dari bintang yang didapat sehingga planet itu harus mempertahankan panasnya sendiri," papar Quarles seperti dikutip Space, Senin.

Quarles memprediksi, planet itu memiliki atmosfer dengan kadar karbon monoksida dan metana lebih besar. 

Hasil simulasi Quarles telah dikirim ke Astrophysical Journal Letters. Meski terdengar mengawang-ngawang atau terlalu science fiction, tapi bukan berarti hal ini tak mungkin. 

Kluster Galaksi Gemuk Bermassa 2 Kuadriliun

  

 

TEXAS, KOMPAS.com — Para astronom menemukan kluster galaksi terbesar yang pernah ada dengan Chandra X-Ray Observatory milik NASA. Kluster galaksi itu sungguh besar hingga disebut El Gordo atau Si Gemuk. 

Massa kluster galaksi tersebut mencapai 2 kuadriliun kali matahari. Jumlah itu dinyatakan dengan angka 2 yang diikuti oleh 15 angka nol di belakangnya (2.000.000.000.000.000) alias kali 1.000 triliun.

Kluster galaksi itu sejatinya bernama ACT-CL J0102-4915. Jarak kluster galaksi itu 7 miliar tahun cahaya dari Bumi. Sementara umur kluster galaksi itu kira-kira 13,7 miliar tahun.

Gas di El Gordo bisa mencapai temperatur 200 juta derajat celsius, berdasarkan observasi Chandra di Very Large Telescope di European Southern Observatory, Cile.

"Kluster ini adalah yang paling masif, panas, dan menghasilkan paling banyak sinar-X dibanding kluster lain yang jaraknya sama atau lebih jauh," kata Felipe Menanteau, pemimpin penelitian.

Panas dan galaksi di El Gordo terkonsentrasi pada dua daerah, yang memberi petunjuk bahwa El Gordo merupakan gabungan antara dua kluster galaksi yang berbeda. 

"Galaksi bergerak di dalam kluster dengan kecepatan 3 mil per jam," imbuh John Patrick Hughes, rekan Menanteau. Hughes dan Menanteau berasal dari Rutgers University.

Proses penggabungan kluster galaksi yang membentuk El Gordo tergantung pada materi gelap dan energi gelap. Karenanya, El Gordo bisa menjadi pintu untuk mempelajari materi gelap.

Ukuran dan jarak El Gordo memang luar biasa. Namun, baik ukuran maupun jarak masih sesuai dengan model Big Bang. Peristiwa Big Bang sendiri juga terjadi 13,7 miliar tahun lalu.

Hughes mengatakan, "Kluster galaksi raksasa seperti ini adalah target penemuan kita. Kita ingin melihat apakah kita memahami bagaimana obyek ekstrem ini terbentuk dengan model kosmologi yang ada saat ini."

Hasil penelitian Menanteau dan Hughes dipresentasikan dalam pertemuan American Astronomical Society di Austin, Texas, Selasa (10/1/2012). Penelitian juga dipublikasikan di Astrophysical Journal.



 

BRASILIA, KOMPAS.com - Tanaman genus Philcoxia, salah satunya Philcoxia minensis, merupakan salah satu tanaman paling unik. Pakar tumbuhan dari State University of Campinas di Brasilia, Rafael Olivera, menemukan bahwa tanaman ini memiliki daun yang tumbuh di dalam tanah serta memakan cacing.

Dalam riset yang dipublikasikannya di Proceeding of the National Academy of Sciences pekan ini, Olivera menemukan bahwa daun Philcoxia berevolusi untuk menjebak caning golongan nematoda. Cacing ini penting sebagai sumber nitrogen sebab Philcoxia hidup di savana. "Tanaman ini mungkin membosankan karena tak bergerak aktif mencari makan. Namun, tanaman itu berevolusi untuk mengatasi masalah, seperti sedikitnya nutrisi dan air," kata Olivera. 

Olivera mulai tertarik meneliti tanaman tersebut setelah melihat bahwa Philcoxia tumbuh di habitat berpasir dan sistem perakaran yang tak begitu berkembang. Ini merupakan petunjuk bahwa tanaman tersebut tergolong karnivora. Untuk menguji hipotesisnya, ia mengembangkan cacing di media nitrogen. Peneliti menemukan bahwa nitrogen dari cacing juga diserap oleh tanaman, bukti bahwa Philcoxiamemakan cacing.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya tanaman yang berevolusi secara khusus untuk menjebak dan makan cacing. Tanaman karnovira yang umumnya dikenal memakan serangga, seperti kantung semar.

Penemuan tanaman pemakan cacing ini bisa menjadi awal penemuan tanaman karnivora lain. Saat ini, tanaman karnivora hanya 0,2 persen dari total spesies. Jumlah sebenarnya diyakini lebih banyak. "Kalau kita mulai melihat lebih dekat mikroorganisme sebagai jenis mangsa, kita mungkin akan menemukan lebih banyak," ujar Olivera seperti dikutip National Geographic, Selasa (10/1/2012).






HANOI, KOMPAS.com — Sejenis tokek warna-warni dan monyet dengan jambul mirip tatanan rambut "Elvis" ditemukan di kawasan Sungai Mekong, Asia Tenggara. Keduanya adalah spesies baru bagi dunia ilmu pengetahuan dan termasuk di antara 208 spesies baru lainnya yang dijumpai dalam ekspedisi yang hasilnya diumumkan hari Senin (12/11/2011).

Hewan-hewan itu ditemukan di daerah yang kaya keanekaragaman hayati, tetapi terancam dengan rusaknya habitat, penebangan hutan, perubahan iklim, dan pembangunan permukiman. Demikian disampaikan organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) dalam laporannya.

Spesies yang dianggap baru itu termasuk di dalamnya tokek warna-warni yang ditemukan di Vietnam bagian selatan dan monyet hidung pesek di provinsi terpencil di Myanmar. Monyet tersebut memiliki bulu di atas kepala yang mirip jambul sehingga dijuluki monyet Elvis. 

"Walau monyet bergaya rambut Elvis itu merupakan jenis yang baru dikenal dunia ilmu pengetahuan, masyarakat Myanmar telah mengenalnya sejak lama," tulis laporan WWF.

Adapun wilayah ekspedisi ini juga merupakan rumah bagi beberapa spesies dunia yang paling terancam punah, termasuk harimau, gajah Asia, lumba-lumba Sungai Mekong, dan ikan lele raksasa Mekong.

"Ini merupakan wilayah yang luar biasa dari segi kekayaan dan keanekaragaman hayati, tetapi sekaligus sangat rapuh dan terancam," kata Sarah Bladen, Direktur Komunikasi untuk WWF Greater Mekong. "Ada kehilangan keanekaragaman hayati di sana dengan laju yang mengkhawatirkan."

Sungai Mekong mengalir melalui China, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Pada Oktober lalu, WWF mengumumkan bahwa Vietnam kehilangan badak jawa yang terakhir. Dengan demikian, badak jawa yang tersisa di seluruh dunia hanya berjumlah 40 sampai 60 dan semua berada di Indonesia.
--------------------------------------------------------------------

 

Tukirin dan Ironi Krakatau



KOMPAS.com
 — Umurnya tak muda lagi, terlihat jelas dari rambutnya yang memutih. Tubuhnya kecil, tetapi liat. Dia tangguh mendaki Gunung Anak Krakatau. Saat berjalan di lebat hutan Pulau Sertung dan meniti tebing di Pulau Rakata, dia seperti kijang muda. Begitu sigap, begitu cepat.

Tanpa kompas dan peta, dia menjelajah pedalaman Rakata. Nyaris seluruh lekuk pulau itu dan pulau-pulau lain di kompleks Krakatau dikenalnya dengan baik. Dialah Tukirin Partomihardjo (59), profesor botani dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya meneliti Krakatau.

Dengan tekun dia mendata suksesi ekologi di kompleks pulau gunung api di Selat Sunda ini sejak 1981 hingga sekarang. Dia menjadi satu-satunya ahli suksesi ekologi Indonesia, yang memiliki catatan rinci tentang perkembangan tanaman di kawasan itu dari tahun ke tahun. Lebih dari 50 paper ilmiah tentang suksesi ekologi di Krakatau telah dibuatnya.

"Krakatau satu-satunya pulau yang terdata suksesi ekologinya sejak dari kondisi steril setelah letusan 1883. Karena itu, pulau ini sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan," kata Tukirin.

Letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883 menyebabkan Pulau Krakatau yang semula tersusun dari tiga puncak, yaitu Danan (450 mdpl), Perbuatan (120 mdpl), dan Rakata (822 mdpl), runtuh ke dalam laut. Hanya tersisa setengah tubuh Rakata yang berbentuk bulan sabit dan sepenuhnya tertutup lava panas serta abu.

Pulau Sertung dan Panjang, sisa kaldera tua sebelum letusan 1883 yang berada di lingkar luar Pulau Krakatau, juga tertimbun abu dan batu apung sampai ketebalan lebih dari 50 meter. Letusan ini dianggap para peneliti telah menciptakan area tanpa kehidupan atau semacam tabula rasa di Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang. Belakangan, sekitar tahun 1929, muncul Anak Krakatau dari dalam laut. Keempat pulau ini sering kali disebut kompleks Krakatau.

Pemerintah tak perhatikan

Biasanya Tukirin datang ke kompleks Krakatau itu tiga kali dalam setahun. "Minimal setahun sekali, tetapi pernah juga dua tahun baru ke Krakatau. Terus terang saja, kegiatan saya di Krakatau selama 30 tahun ini sama sekali tidak didanai program pemerintah," Tukirin berkata lirih. "Bisa dikatakan saya hanya mendompleng peneliti asing. Saya diminta mendampingi mereka, lalu sekaligus meneliti sendiri."

Peneliti yang pernah didampingi Tukirin kebanyakan berasal dari universitas dan lembaga penelitian di Jepang, Australia, Inggris (Universitas Oxford, Universitas Leeds, Universitas Nottingham), dan Belanda (Universitas Utrecht). Selain itu, Tukirin juga pernah menjadi narasumber sejumlah pembuat film dokumenter asing tentang Krakatau, misalnya Lion Film, Zebra Film, dan British Broadcasting Corporation (BBC).

"Untuk media dari Indonesia, baru Kompas yang saya dampingi. Itu pun setelah 30 tahun penelitian saya di Krakatau," katanya.

Pemerintah Indonesia, menurut Tukirin, sulit mendanai penelitian ekologi dasar di Krakatau. "Perhatian pemerintah sepertinya lebih ke penelitian terapan yang berpengaruh langsung terhadap sosial dan ekonomi. Tetapi, penelitian ilmu dasar sangat kurang," ujarnya. Para peneliti Indonesia yang meneliti Krakatau, baik di bidang geologi maupun ekologi, bisanya tidak bisa intensif dan berkelanjutan ke Krakatau karena alasan pembiayaan.

"Padahal, semua ilmu terapan itu dasarnya ilmu murni," kata Tukirin. Ketertinggalan Indonesia di bidang ilmu pengetahuan, menurut Tukirin, salah satunya karena kurang memperhatikan ilmu dasar. Banyak teori dasar lahir di Indonesia, termasuk kolonisasi dan suksesi ini lahir karena Krakatau, tetapi kita hanya menjadi laboratorium. "Semua peneliti dan penemunya orang asing."

Kenapa situasi ini terjadi?

Perhatian pemerintah sangat kurang terhadap dunia penelitian, terutama penelitian ilmu pengetahuan dasar. Selain itu, perhatian dan penghargaan kepada peneliti juga sangat kurang. Betul yang diberitakan Kompas baru-baru ini, gaji peneliti sama dengan guru sekolah dasar.

Bagaimana Indonesia bisa maju kalau tidak menghargai peneliti dan hasil-hasil penelitian? Padahal, kemajuan suatu negara itu dasarnya penelitian. Misalnya, untuk menghasilkan kultivar (jenis komoditas) labu besar di luar negeri dibutuhkan waktu 25 tahun. Penelitinya begitu tekun meneliti dan merekayasa sehingga menghasilkan strain unggulan. Luar biasa. Kita baru meneliti selama lima tahun saja sudah dianggap menghabiskan uang negara.

Politik praktis

Apakah keadaan tidak menjadi lebih baik bagi peneliti?

Sebaliknya, dulu sepertinya masih lebih baik. Sekarang, kalau saya nilai, semuanya lebih menitikberatkan politik praktis. Semua perhatian tersedot ke sana. Dunia penelitian dikesampingkan. Ilmu dasar tidak dianggap penting. Jika terus begini, bangsa ini saya nilai rentan sekali ke depannya.

Bagaimana dengan peran media?

Ah... kondisi seperti ini juga hasil didikan media juga. Media kalau meliput politik begitu intensif. Sebaliknya, dunia ilmu pengetahuan dianggap kurang menarik dan hanya sesekali diliput. Tetapi, mungkin ini juga refleksi masyarakat kita yang selalu senang melihat berita politik, tetapi tidak begitu tertarik dengan berita ilmu pengetahuan, kemajuan dunia penelitian, dan temuan-temuan baru.

Di Indonesia, temuan-temuan baru kerap dianggap tidak menarik, sedangkan di luar negeri, kalau kita menemukan jenis atau hal baru, itu luar biasa penghargaannya. Biasanya kita baru sadar kalau itu sudah diambil orang. Misalnya, kita sedang meneliti sesuatu pada tahap awal, terus diambil orang dan dikembangkan orang, baru kita teriak-teriak itu milik kita. Dan itu sering terjadi.

Apakah itu juga terjadi di Krakatau?

Betul. Pernah diumumkan di internet, peneliti yang ingin meneliti ekologi di Krakatau harus izin dan berkoordinasi dengan Universitas Oxford. Itu karena Oxford punya petak penelitian permanen di Krakatau sejak tahun 1989 dan itu terus dipelihara sehingga semua yang akan menggunakan petak itu harus izin Universitas Oxford. Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena yang membuat petak itu memang Universitas Oxford walaupun kita yang punya wilayahnya.

Universitas kita tidak ada yang pernah membuat petak dan membuat data yang menerus sehingga tidak bisa membuat publikasi terkait perkembangan Krakatau. Hanya saya secara pribadi yang punya data berkala tentang Krakatau. Dan, itu pun karena nebeng.

Seberapa penting Krakatau bagi ilmu pengetahuan?

Krakatau sejak awal sudah mendapat perhatian istimewa dari ilmu pengetahuan, terutama dari sejarah letusan yang luar biasa dikenal oleh manusia. Banyak letusan lebih besar sebelumnya, tetapi yang terekam lengkap dalam sejarah adalah Krakatau. Letusannya hampir memengaruhi separuh belahan bumi, yang tertutup oleh abu Krakatau dan dikisahkan tsunami yang ditimbulkan letusan terdeteksi sampai ke Jepang, bunyi letusannya bisa terdengar sampai India. Ini suatu informasi sejarah yang luar biasa.

Saking luar biasanya, ilmuwan Belanda tertarik sejak awal dan selalu mengikuti perkembangan Krakatau itu. Selain mencatat soal geologi, mereka juga secara menerus mendata perubahan ekologi di pulau ini sehingga lahirlah teori suksesi primer yang dasarnya dari Krakatau, teori fitogeografi pulau juga dasarnya dari penelitian tentang Krakatau, serta sejumlah teori ekologi lainnya.

Pelajaran apa yang bisa diambil dari penelitian dasar di Krakatau?

Kita beruntung karena memiliki satu-satunya tempat di dunia yang terdata sejak peristiwa sterilisasi dimulai hingga proses suksesinya. Dari perjalanan suksesi Krakatau, kita bisa belajar tentang bagaimana hutan tropis yang kompleks itu terbangun. Dimulai dari perjalanan laba-laba ke pulau ini, diikuti munculnya lumut, paku-pakuan, dan rumput sebagai pionir hingga terbentuknya hutan sekunder.

Dengan terungkapnya informasi dan pengetahuan tentang suksesi ini, kita dapat mempelajari dan merestorasi hutan kita yang rusak. Selain itu, kita juga bisa belajar bahwa ada sedemikian banyak tahapan yang harus dilewati untuk membangun ekosistem hutan sehingga kita harus hati-hati menjaganya.

Sayangnya, sampai sekarang kita masih dalam tahap memiliki kekayaan Krakatau ini, tetapi tidak memahami dan memanfaatkan kekayaan Krakatau dengan baik. Kita menyia-nyiakannya dan tidak mau belajar dari anugerah alam ini
---------------------------------------------------------------------



Wajah Antartika bila Telanjang



LONDON, KOMPAS.com -
 98 persen wilayah Antartika ditutupi oleh es dengan 1 persen saja yang "menyembul" bak gunung kecil. Akibatnya, manusia tak pernah tahu wajah Antartika yang sebenarnya.

Ilmuwan yang tergabung di British Antartic Survey (BAS) lewat BEDMAP Project berupaya menelanjangi Antartika dengan bantuan radar pesawat dan GPS sejak tahun 1980an.

Gelombang radar yang digunakan akan menembus lapisan es dan memantul ke pesawat sehingga ketinggian permukaan batuan di Antartika bisa diketahui. GPS memastikan ketepatan lokasi yang disurvei.

Hasil observasi menunjukkan bahwa antartika memiliki topografi yang beragam. Terdapat pula pegunungan setinggi pegunungan Alpen, mencapai 3000 meter di atas permukaan laut.

Dalam citra yang dihasilkan seperti gambar di atas, Antartika tampak berwarna. Daerah yang tinggi berwarna merah sementara daerah yang terendah berwarna biru tua. Wilayah biru muda adalah landasan kontinen.

Citra yang dihasilkan dalam proyek ini adalah peta topografi pertama Antartika. Dalam citra itu, Antartika yang berwarna putih tampak sebagai benua pelangi.

Meski mungkin topografi Antartika tampak cantik tanpa "topeng" es, namun membiarkan benua itu tak boleh telanjang. Jika es mencair dan Antartika telanjang, bencana besar akan terjadi.

sumber: http://sains.kompas.com/read/2011/12/07/21363120/Inilah.Wajah.Antartika.Bila.Telanjang

 
VISION, MISSION, AIM
 
Vision:
"Superior human resource professionals in the service of democracy"
Mission:
a. Achieve the sustainable quality of education,
b. Proportionate Increase in service,
c. Develop services democratically.

AIM:
a. General Purpose
Initially God Restores Map
b. Specific Objectives
Reflecting the light of Jesus Christ through education
in the school.
Facebook 'Like' Button
 
Verse of the day
 
"The fear of the LORD is the beginning of knowledge: but fools despise wisdom and instruction. " Proverb 1:7
Quote of the day
 
"Tiga hal yang tak bisa lama tersembunyi: matahari, bulan dan kebenaran" Sidharta Gautama (563-483 SM)
 
Today, there have been 7 visitors (7 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free